PERANAN PEMERINTAH DALAM KASUS SENGKETA TANAH ANTARA PT. MAKIN GROUP DAN MASYARAKAT

Pendahuluan

Dalam menyeleksi data tentang penyelesaian sengketa atas lahan lokasi transmigrasi VI/G yang sekaligus menjadi fokus utama pelaksanaan penelitian ini, maka fenomena yang muncul dalam proses penyelesaian sengketa tersebut di cover secara cermat dan sistematik. Data yang didapat melalui penelusuran informasi secara mendalam, khususnya mengenai obyek penelitian (sengketa dan penyelesaianya) akan menjadi suatu kelompok fenomena yang bersifat kualitatif. Karena data penelitian merupakan kelompok fenomena yang lebih bersifat kualitatif, maka metode analisis yang digunaka diskriptif-kualitatif. Melalui model analisis tersebut dapat dikaji mengenai kualitas faktor penyebab, upaya-upaya yang dilakukan dan peluang mengakhiri sengketa yang terjadi. Hasil kajian tersebut pada tahapan berikutnya dibentuk/dibangun menjadi suatu diskripsi yang bersifat komprehensip mengenai total obyek penelitian. Dari hasil penelitian dan analisis, maka temuan ini adalah : Konflik mengenai tanah garapan antara masyarakat Desa Mekar Jaya dengan PT. MAKIN GROUP belum tuntas terselesaikan, sehingga permasalahan yang tersisa masih harus diperhatikan oleh pihak Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur untuk dicarikan pemecahan (solusi) agar tidak terulang kembali dikemudian hari; Latar belakang masyarakat Desa Mekar Jaya menuntut ganti rugi atas tanah garapannya karena mereka merasa mempunyai hak atas tanah tersebut, yang sekalian mempunyai nilai ekonomis juga memiliki nilai historis. Karena belum adanya investor yang bergerak dibidang perkebunan (PT.MAKIN GROUP) , wilayah tersebut merupakan bekas ladang berpindah, dimana secara adat dan budaya, kepemilikan tanah tersebut diakui oleh masyarakat adat. Selain itu, tanah garapan merupakan sumber penghidupan; Terjadinya konflik atas tanah garapan disebabkan adanya perbedaan pandangan, dimana masyarakat merasa tanah negara yang dulunya merupakan hutan yang dibukan dan menggarapnya bertahun-tahun sebagai tempat berladang merupakan tanah miliknya. Akan tetapi secara yuridis formal ternyata pandangan seperti itu kurang dapat dibenarkan. Undang-undang Pokok Agraria, pasal 27 ayat (1) menyatakan hak milik menurut adat diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP). Namun kenyataannya sampai sekarang Peraturan Pemerintah yang mengatur masalah ini belum ada; Upaya-upaya yang ditempuh oleh masyarakat Desa Mekar Jaya dalam penyelesaian konflik tanah garapan melalui cara mediasi, baik melibatkan Pemrintak Kabupaten, Kecamatan dan Desa. Sedangkan upaya langsung telah dilakukan dengan menemui Pimpinan PT.MAKIN GROUP dengan cara pemberdayaan masyarakat, melalui pemberian sisa tanah seluas 385 Ha kepada KUD Mekar Jaya untuk dijadikan pertanian plasma, namun pihak perusahaan belum menunaikan seluruhnya. Sebagai rekomendasi dari penelitian ini adalah : Bahwa permasalahan tanah antara masyarakat Desa Mekar Jaya dengan pihak PT.MAKIN GROUP kedepan harus dicari akar permasalahanya. Apabila akar permasalahanya adalah faktor ekonomi, maka penyelesaiannya tidak bisa dari aspek hukum/ ditempuh jalur hukum, namun harus melalui pendekatan yang mengedepankan aspek ekonomi. Masyarakat Desa Mekar jaya perlu diperhatikan untuk mendapatkan prioritas atas pemanfaatan sisa tanah garapan yang berjumlah 385 Ha melalui KUD Mekar Jaya untuk dijadikan pertanian plasma. Pihak perusahan harus memberikan bantuan berupa penyediaan bibit kelapa sawit, pupuk, sedang pemeliharaanya diserahkan kepada masyarakat. Sementara itu hasil buah segarnya dijual kepada perusahaan melalui KUD Mekar Jaya. Kedepan,Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur dan Propinsi Kalimantan, sebelum memberikan ijin prinsip, ijin lokasi dan Hak Guna Usaha kepada para investor, sebaiknya membuat kesepakatan antara lain: a. Bahwa penyelesaian tanah dengan masyarakat harus diselesaikan terlebih dahulu, sebelum penggarapan oleh pihak perusahaan dengan melibatkan Camat, Kepala Desa dan Tokoh Masyarakat atau Tokoh Adat; b. Agar masyarakat tidak menjadi perantara dikemudian hari, maka masyarakat harus memiliki lahan perkebunan kelapa sawit diluar areal perkebunan dengan membentuk suatu kelompok tani, dimana untuk tahap awal menggarapnya (pembersihan lahan) pembibitan dan pemupukanya dibantu oleh pihak perusahaan, sedangkan untuk perwatan dan pemeliharaannya diserahkan kepada kelompok masyarakat tani (bina desa). Dalam upaya memberikan kepastian hukum, hak-hak rakyat atas tanah yang diperoleh secara turun temurun, hendak nya segera dibuat peraturan pelaksanaan dari pasal 22 ayat (1) Undang- undang Pokok Agraria Tahun 1965, khusunya tentang terjadinya hak milik menurut hukum adat.